Deklarasi Masyarakat Indonesia Anti Hoax


Bentuk perlawanan Masyarakat Sipil Terhadap Ketidakadilan dan Ketidakjujuran di Media Sosial

JAKARTA, 1 Desember 2016 –
Maraknya persebaran informasi berbau fitnah, hasutan maupun hoax di media sosial membuat resah berbagai kalangan masyarakat. Berangkat dari keresahan itu, sejumlah pegiat media sosial, bersama dengan tokoh lintas agama, budayawan, akademisi, dan pemerhati sosial tergerak untuk membentuk komunitas Masyarakat Indonesia Anti Hoax, yang akan menyusun dan mensosialisasikan code of conduct bagi warga yang ingin bersosial media dengan santun.

Masyarakat Indonesia Anti Hoax telah berhasil meraih dukungan dari para tokoh yang bersedia menjadi Duta Anti Hoax. Para tokoh yang bersedia menjadi Duta Anti Hoax tersebut, diantaranya intelektual Muslim Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. dan Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Sekretaris Jendral Keuskupan Agung Jakarta Rm V. Adi Prasodjo, PR, sastrawan Goenawan Mohamad, pegiat sosial Anita Wahid tokoh anti korupsi Erry Riyana Hardhapamekas, Ekonom Destry Damayanti, Ketua Majelis Wali AmanatInstitut Teknologi Bandung (ITB) Betti Alisjahbana, praktisi dan pemerhati hukum pidana La Ode Ronald Firman,anggota Dewan Pers Nezar Patria, serta para pegiat media sosial.

Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho, yang juga merupakan pegiat media sosial dan, mengatakan gerakan sosial ini didasari keresahan banyak pihak atas persebaran informasi hoax yang marak terjadi, bahkan tak jarang oleh orang berpendidikan tinggi.

“Beberapa kali informasi hoax yang viral di media sosial juga memicu keributan bahkan merembet menjadi kerusuhan fisik, seperti kasus pembakaran tempat ibadah di salah satu kota, hal ini bukan saja menghabiskan energi, namun juga sangat berpotensi mengganggu keamanan nasional.” ujar pria yang akrab disapa Adji ini dalam Deklarasi Masyarakat Anti Hoax.

Septiaji juga menekankan bahwa komunitas ini merupakan gerakan non-partisan yang tidak terafiliasi dengan kelompok manapun dan bukan bentukan pemerintah.

Salah satu tokoh yang ikut menandatangai Piagam Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Komaruddin Hidayat, sangat menyayangkan banjir informasi yang bersifat fitnah bisa dipercaya, bahkan mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan pembunuhan karakter,hingga menghujat kepala negara.

“Saya ingin semua ini berakhir, baik dengan penindakan hukum, maupunjuga dengan masyarakat kembali bermedia sosial dengan santun sesuai dengan code of conduct,” ujar Komarudin.

Anita Wahid, pegiat sosial yang juga pendukung deklarasi ini mengatakan: “Masyarakat Indonesia Anti Hoax mewakili keresahan banyak warga yang kehilangan teman, atau hubungan keluarga yang menjadi tidak harmonis, akibat informasi hoax.”

Selain menyusun Piagam Masyarakat Indonesia Anti Hoax dan code of conduct dalam berkomunikasi di media sosial dengan santun, Anita mengatakan komunitas ini juga sedang menyusun rencana jangka panjang yang meliputi roadshow, silaturahim ke tokoh budaya, tokoh agama, dan tokoh pendidikan untuk mensosialisasikan bahaya penyebaran hoax yang mengancam keutuhan bangsa dancara menangkal persebaran informasi yang tidak bertanggungjawab tersebut.

Anita berharap deklarasi yang akan disusul kegiatan roadshow dan sosialisasi oleh para Duta Anti Hoax ini dapat menyadarkan masyarakatmengenai pentingnya menggunakan internet dengan cerdas. Gerakan ini ingin menyelamatkan warga dariinformasi palsu, fitnah dan potensipelanggaran hukum pidana jika menyebarkan hoax. “Code of conducttersebut akan menjadi panduan yang disebar oleh para Duta Anti Hoax ke masyarakat luas,” ujarnya.

Pengamat hukum La Ode Ronald Firman mengatakan pada salah satu poin revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), DPR telah memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif, termasuk di dalamnya hoax, di internet, dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan pasal 40. “Ketentuan ini akan berimplikasi terhadap mudahnya pemerintah dalam memfilter atau memutus konten negatif tersebut,” ujar Ronald.

Hoax merupakan material informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta, melalui proses pembacaan dengan informasi yang meyakinkan, tetapi tidak dapat diverifikasi. Terkadang hoax juga diartikan sebagai tindakan mengacaukan informasi yang benar, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah untuk menutupi pesan yang benar.

Penyebaran hoax mulai marak sejak media sosial populer digunakan oleh masyarakat Indonesia. Ini disebabkan sifat dari media sosial yang memungkinkan akun anonim untuk berkontribusi. Setiap orang, tidak peduli latar belakangnya, punya kesempatan yang sama untuk menulis. Beberapa orang yang tidak bertanggungjawab, menggunakan celah ini untuk menggunakan media sosial dalam konteks negatif, yaitu menyebarkan fitnah, hasut dan hoax. Bahkan beberapa media massa mainstreamtercatat pernah menayangkan berita berisi informasi hoax.

Masyarakat Indonesia Anti Hoax berharap pengguna media sosial dapat lebih bijak dalam menerima berita, terlatih untuk melakukan cross-check, dan berhati-hati ketika menyebarluaskannya. Selain itu, tokoh agama, budayawan, dan praktisi IT turut aktif mengkampanyekan budaya anti hoax. Dan pada saat yang sama polisi sebagai penegak hukum dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai regulator turut aktif menjalankan perannya masing-masing dalam pencegahan dan penanggulangan informasi hoax.

Ttd

Masyarakat Indonesia Anti Hoax

credit for : Ninin D.

Post a Comment

Cancel Reply